I. PENGERTIAN
INFLASI, DEFLASI, DEPRESIASI DAN APRESIASI
A.
Inflasi
Inflasi
adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
B.
Deflasi
Deflasi
adalah suatu periode di mana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang
bertambah.Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang
yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang
yang beredar. Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan
tingkat suku
bunga
C.
Depresiasi
Depresiasi adalah penurunan nilai mata uang
sendiri terhadap mata uang asing.
D.
Apresiasi
Apresiasi adalah kenaikan nilai mata uang sendiri
terhadap mata uang asing yang terjadi karena kekuatan tarik-menarik antara
permintaan dan penawaran mata uang di pasar valuta asing.
II. PENGERTIAN APBN
DAN GAMBARAN SECARA GARIS BESAR POS POS YANG ADA DALAM APBN DI INDONESIA
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap pemerintahan di
suatu negara akan senantiasa melakukan tugas-tugas eksekutifnya yang telah
ditentukan di dalam undang-undang. Keseluruhan tugas eksekutif tersebut
menciptakan biaya (belanja) dan pendapatan yang nantinya akan dicatat ke dalam
laporan keuangan pemerintah yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN).Bisa dikatakan pula apabila APBN merupakan isi “dompet” pemerintah.
Bagaimana mengetahui isi dompet pemerintah, ikuti ulasan berikut ini.
Komposisi Dasar Keuangan Pemerintah
Aktivitas keuangan setiap institusi ekonomi terbagi
menjadi dua bagian, yaitu pendapatan dan pengeluaran. Pada prinsipnya, besarnya
pengeluaran akan menyesuaikan dengan besarnya perolehan pendapatan. Namun,
seiring dengan dinamika kebutuhan dan orientasi dalam mencapai tujuan, besarnya
pengeluaran seringkali tidak tergantung dari besarnya pendapatan. Oleh
karenanya dikenal dengan pos pembiayaan yang berfungsi sebagai sumber pendanaan
APBN.
Ada
3 pos anggaran utama dalam APBN, yaitu pos belanja atau pengeluaran (expenditure),
pos pendapatan (revenue), dan pos pembiayaan (financing). Fungsi
pendapatan negara digunakan untuk mendanai sejumlah pengeluaran negara. Ada dua
kondisi dari kecukupan pendapatan dan besarnya pengeluaran negara, yaitu
kondisi anggaran surplus dan kondisi anggaran defisit. Jika pos pengeluaran
lebih besar daripada pendapatan, maka anggaran pemerintah berada dalam kondisi
defisit. Sebaliknya, jika besarnya pendapatan negara mampu melampaui besarnya
pengeluaran, maka kondisi anggaran negara dikatakan surplus. Fungsi pos
pembiayaan digunakan apabila anggaran negara berada dalam kondisi defisit.
Mekanisme anggaran seperti yang diuraikan di atas merupakan dasar dari penganggaran
di dalam APBN. Tentu saja dalam praktik pelaksanaan pengelolaan anggaran tidak
sesederhana penjelasan di atas. Untuk lebih jelasnya mengenai mekanisme
tersebut bisa dibaca pada tulisan sebelumnya.
Pos Pendapatan Pemerintah (APBN)
Pemerintah melakukan aktivitas yang menurut undang-undang
bertujuan untuk menghimpun sumber-sumber pendapatan. Ada dua bentuk sumber
pendapatan dalam APBN, yaitu penerimaan dalam negeri (domestic revenue) dan
hibah. Adapun
perincian pos-pos penerimaan dalam APBN bisa dilihat pada tabel di bawah ini :
Aktivitas
pemerintahan sehubungan dengan fungsi untuk menghimpun atau memungut
sumber-sumber pendapatan dalam APBN bisa dilihat pada dua pos utama, yaitu
penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Tentu saja pos penerimaan
yang paling dikedepankan sebagai sumber utama pendapatan adalah bagian pada pos
penerimaan perpajakan. Mengingat besarnya peran dari pos perpajakan, maka
perpajakan dikelola oleh institusi khusus di bawah naungan Departemen Keuangan
RI, yaitu Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak bersama Dirjen Bea dan Cukai.
Adapun untuk hibah merupakan penerimaan yang diperoleh dari bentuk bantuan
berupa hibah dari pemerintah negara lain.
Penerimaan SDA merupakan pendapatan pemerintah yang
diperoleh dari bagi hasil dengan perusahaan asing yang mengelola SDA di dalam
negeri. Tentunya sesuai dengan ketentuan bagi hasil yang telah disepakati pula
oleh mereka. Misal saja salah satu bagi hasil berupa ketentuan pembagian 85:15
dari total pendapatan yang telah dikurangi recovery cost di mana pemerintah
mendapatkan bagian sebesar 85%. Mengenai pos pendapatan bagian laba BUM
diperoleh dari penyisihan keuntungan bersih dari masing-masing BUMN, sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan. Bank Indonesia (BI) yang menjadi bank bagi
pemerintah akan menyerahkan surplus pengelolaan kegiatan otoritas moneternya
untuk menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Badan layanan umum yang
dimaksudkan seperti rumah sakit, pendidikan, penyediaan moda transportasi, dan
lain sebagainya.
Pos Pengeluaran Pemerintah (APBN)
Disebut juga pos belanja merupakan pos dalam APBN yang
merepresentasikan aktivitas pemerintah yang menciptakan biaya. Misalnya
menggaji para pejabat publik, menggaji PNS, mendanai operasional kegiatan
pemerintahan, dan lain sebagainya. Pos pengeluaran/belanja negara meliputi
beberapa pos seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Komposisi
pos anggaran pengeluaran seperti yang diperlihatkan pada tabel di atas
merupakan komposisi pengeluaran pada anggaran pemerintah pusat. Dalam hal ini,
pemerintah pusat berkewajiban untuk membantu pelaksanaan kegiatan pembangunan
dan penganggaran pada pemerintah daerah tingkat propinsi dan kabupaten/kota.
Untuk beberapa propinsi tertentu akan mendapatkan alokasi dana otonomi khusus.
Pos anggaran benja untuk daerah merupakan bagian dari penerimaan pusat yang
diberikan kepada pemerintah daerah.
Komposisi dalam pos anggaran belanja untuk daerah
merupakan implementasi dari hasil penerapan model anggaran I-Account.
Implementasi tersebut sekaligus untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi
fiskal melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan
Pusat Daerah.
Pos belanja atau pengeluaran yang paling utama dalam APBN
adalah pos pengeluaran rutin. Pada pos belanja inilah nantinya akan digunakan
untuk menggaji para pejabat publik ataupun PNS (belanja pegawai), pembelanjaan
keperluan operasional pemerintahan, pembayaran cicilan bunga utang luar negeri,
alokasi untuk subsidi, pemberian bantuan sosial, dan pengeluaran rutin lainnya.
Pembangunan infrasktruktur maupun penyediaan fasilitas publik dan sarana
pelayanan publik akan masuk ke dalam pos pengeluaran pembangunan.
Pos Pembiayaan APBN
Pos
di dalam APBN lainnya yang akan digunakan sebagai sumber pembiayaan APBN
disebut pos pembiayaan (financing). Pada pos inilah nantinya akan diketahui
cara pembiayaan atas kondisi defisit ataupun surplus dari APBN. Tentunya
pos-pos di dalam pembiayaan APBN sudah ditentukan berdasarkan ketentuan
undang-undang. Ada dua bentuk sumber pembiayaan dalam APBN, yaitu pembiayaan
yang berasal dari luar negeri dan pembiayaan yang berasal dari luar negeri.
Komposisi anggaran di dalam pos pembiayaan APBN dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Pos
pembiayaan di dalam APBN merupakan lalu lintas pembayaran yang melengkapi
aktivitas pendapatan dan belanja negara. Pada pos pembiayaan dicatat arus masuk
dan keluar dari kas pemerintah. Untuk arus keluar (pembayaran) seperti
pembayaran cicilan pokok utang/obligasi dalam negeri dan pembayaran cicilan
pokok utang luar negeri (amortisasi). Oleh karena merupakan arus keluar dan
masuk, maka nilai pembiayaan dapat berupa angka positif maupun negatif. Angka
positif menandakan arus yang masuk ke kas negara, sedangkan angka negatif
menandakan arus yang keluar dari kas negara.
Angka surplus/defisit merupakan hasil perhitungan pos
anggaran, yaitu besarnya pos anggaran pendapatan dikurangi pos anggaran
belanja. Dikatakan surplus, apabila pos anggaran pendapatan lebih besar
daripada pos anggaran belanja negara. Dikatakan defisit apabila pos anggaran
belanja negara lebih besar daripada pos pendapatan negara. Jika terdapat
defisit anggaran, maka besarnya defisit itulah yang kemudian harus ditutupi
oleh pos pembiayaan APBN. Jika terdapat sisa perhitungan, maka angka tersebut
dicatatkan untuk dimasukkan ke APBN periode tahun berikutnya.
III. TRILOGI
PEMBANGUNAN
Trilogi Pembangunan adalah wacana
pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintahan orde baru
di Indonesia sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial
dalam melaksanakan pembangunan negara.
Trilogi pembangunan terdiri dari:
- Stabilitas
Nasional yang dinamis
- Pertumbuhan
Ekonomi Tinggi, dan
- Pemerataan
Pembangunan dan hasil-hasilnya.
Pencanangan trilogi pembangunan ini menuai
kontroversi karena pada pelaksanaannya mengakibatkan hal-hal berikut:
- Pelaksanaan
stabilitas politik menghasilkan regulasi dimana diterbitkan sejumlah
peraturan yang mengakibatkan pengendalian pers dan pengendalian aksi
mahasiswa. Dalam hal prosedural diterbitkan Undang-Undang tentang
Organisasi Massa dan Undang Undang Partai Politik
- Pertumbuhan
ekonomi menghasilkan penanaman modal asing yang mengakibatkan hutang luar
negeri. Serbuan para investor asing ini kemudian melambat ketika terjadi
jatuhnya harga minyak dunia, yang mana selanjutnya dirangsang ekstra
melalui kebijakan deregulasi (liberalisasi) pada tahun 1983-1988. Tanpa
disadari, kebijakan penarikan investor yang sangat liberal ini
mengakibatkan undang-undang Indonesia yang mengatur arus modal menjadi
yang sangat liberal di lingkup dunia internasional. Namun kebijakan yang
sama juga menghasilkan intensifikasi pertanian di kalangan petani.
- Dalam
pemerataan hasil, pelaksanaannya membuka jalur-jalur distributif seperti
kredit usaha tani dan mitra pengusaha besar dan kecil seperti (bapak asuh)
Sumber :
Buku Perekonomian
Indonesia Diktat Gunadarma, BAB V