Minggu, 30 Oktober 2016

Struktur Organisasi Koperasi



Konsep penggolongan koperasi berdasarkan Undang-undang No.12/67 Pasal 17 yaitu (1) penjenisan koperasi didasarkan pada kebutuhan dari dan untuk efisiensi suatu golongan dalam masyarakat yang homogen karena kesamaan aktivitas/kepentingan ekonominya guna mencapai tujuan bersama anggota-anggotanya. (2) untuk maksud efisiensi dan ketertiban, guna kepentingan dan perkembangan Koperasi Indonesia, di tiap daerah kerja hanya terdapat satu Koperasi yang sejenis dan setingkat. Jenis koperasi berdasarkan kepentingan anggotanya dibagi menjadi lima yaitu koperasi konsumsi, koperasi produksi, koperasi jasa, koperasi simpan pinjam, Single Purpose dan Multi Purpose. Koperasi konsumsi adalah jenis koperasi konsumen. Koperasi produksi disebut juga koperasi pemasaran. Koperasi jasa didirikan bagi calon anggota yang menjual jasa. Koperasi simpan pinjam didirikan untuk mendukung kepentingan anggota yang membutuhkan tambahan modal usaha dan kebutuhan financial lainnya. Koperasi Single Purpose adalah koperasi yang aktivitasnya terdiri dari satu macam usaha. Sedangkan koperasi Multi Purpose adalah koperasi yang didirikan oleh para anggotanya untuk dua atau lebih jenis usaha.

Subandi dalam bukunya Ekonomi Koperasi (Teori & Praktek), hanya menyebutkan empat jenis koperasi berdasarkan bidan usaha yang dijalankan: Koperasi Konsumsi, Koperasi Produksi, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Kredit/Simpan Pinjam. (Subandi,2008, Ekonomi Koperasi (Teori & Praktek), Bandung:Alfabeta, hal. 35). Selain jenis koperasi yang disebutkan, terdapat pula bermacam-macam bentuk koperasi. Beberapa bentuk koperasi yang dikenal dalam masyarakat. (1) Koperasi Berdasarkan Jenis Usaha Sektor/Sub Sektor dalam masyarakat, koperasi dibagi antara lain koperasi pertanian, koperasi perternakan, koperasi kerajinan, koperasi batik, koperasi pelayaran, koperasi angkutan. (2) Koperasi Berdasarkan Unit Lingkungan Daerah Kerja. (3) Koperasi Berdasarkan Lingkup Fungsional yang didirikan di lingkungan tempat kerja.

Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, ada dua bentuk koperasi, yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. (1) Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang. Orang-seorang pembentuk koperasi adalah mereka yang memenuhi persyaratan keanggotaan dan mempunyai kepentingan ekonomi yang sama. Koperasi primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. (2) Koperasi Sekunder terdiri atas dua macam yaitu koperasi yang beranggotakan badan hukum koperasi primer dan badan hukum koperasi sekunder. Bedanya adalah koperasi sekunder yang beranggotakan koperasi primer disebut pusat koperasi. Sedangkan koperasi sekunder yang beranggotakan koperasi sekunder disebut induk koperasi.  


Daftar Pustaka :
Subandi. 2008 . Ekonomi Koperasi. Bandung: Alfabeta.
Limbong, Bernhard. Pegusaha Koperasi. Jakarta (2010): Margaretha Pustaka.

Modal Koperasi

Salah satu hal yang membedakan koperasi dengan badan usaha lain adalah pembagian sisa hasil usaha (SHU) koperasi. SHU adalah pendapatan bersih koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku tertentu. SHU akan dibagikan kepada anggota setelah dikurangi dana cadangan. Anggota menerima SHU sesuai dengan jasa atas modalnya dan jasa atas usahanya dalam keanggotaan koperasi. Hal ini merupakan perwujudan kekeluargaan dan keadilan.

Bung Hatta (1960;125) menjelaskan bahwa “keuntungan itu tidak dibagi semuanya melainkan bagian yang agak besar dijadikan uang cadangan, dengan memupuk reserve  dari pada keuntungan yang tersambil tadi kapital koperasi semakin lama semakin banyak dan akhirnya koperasi itu hidupnya tidak tergantung lagi pada uang iuran anggotanya”. Oleh sebab itu, diperlukan prinsip pembagian keuntungan sebagai acuan dasar. Pertama, SHU yang dibagi berasal dari anggota. Kedua, SHU merupakan jasa dari modal dan transaksi usaha yang dilakukan anggota sendiri. Ketiga, pembagian SHU dilakukan secara transparan. Keempat, SHU dibayar secara tunai kepada anggota.

Modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri berupa simpanan pokok anggota, simpanan wajib, dana cadangan dan donasi atau hibah. Sedangkan modal pinjaman berasal dari pinjaman anggota, pinjaman koperasi lainnya, pinjaman bank atau lembaga keuangan dan penerbitan obligasi. Selain modal tersebut, koperasi dapat melakukan penumpukan modal yang berasal dari penyertaan.


Daftar pustaka :
Abbas, Anwar. 2010. Bung Hatta dan Ekonomi Islam. Jakarta : Kompas.
Sitio, Arifin dan Halomoan Tamba. 2001. Koperasi, Teori dan Praktik. Jakarta : Erlangga.

Koperasi di Indonesia

Koperasi di Indonesia, menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah “badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”. Koperasi berasal dari kata cooperation atau cooperative yang berarti kerja sama. Dalam pengertian yang lebih luas, Casselman dalam Firdaus (2002: 39) mengatakan bahwa “cooperation is an economic system with social contrast (koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial)”. Dengan pengertian tersebut, koperasi merupakan suatu sistem yang mengandung dua unsur yang saling berkaitan yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial yang secara bersama-sama berfungsi mencapai tujuan. Berdasarkan pasal 3 UU No.25 Tahun 1992 tentang tujuan koperasi adalah “koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”. Tujuan koperasi dengan ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional, koperasi memerlukan dukungan dari pemerintah. Dukungan dari pemerintah tersebut berupa kebijakan yang memihak koperasi untuk menggerakan ekonomi kerakyatan dan diwujudkan dalam bentuk program-program pemerintah.

Dukungan pemerintah yang dituangkan melalui kebijakan pemerintah menjadi salah satu faktor penunjang kesuksesan koperasi. Untuk meraih gelar koperasi sukses di Indonesia, pemerintah telah menetapkan penilaian berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 06/Per/M-KUKM/IV/2009 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 03/Per/M-KUKM/I/2007 Tentang Pedoman Penilaian Provinsi/ Kabupaten/ Kota Koperasi. Secara umum kriteria  koperasi sukses yaitu memiliki permodalan yang cukup, ada gerakan yang aktif di dalam organisasi koperasi, dan memantapkan koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat dalam tatanan perekonomian yang demokratis dan berkeadilan. Selain kriteria tersebut, ada beberapa faktor kunci koperasi sukses di Indonesia. Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari kajian oleh Jangkung Handoyo Mulyo (2004) dalam rangka mengindentifikasi pengembangan dan pemberdayaan koperasi, faktor tersebut meliputi pemahan pengurus dan anggota terhadap jati diri koperasi, kemampuan pengurus untuk mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggota, adanya kesungguhan pengurus dan pengelola dalam mengelola koperasi, kegiatan usaha koperasi harus bersinergi dengan usaha anggota, biaya transaksi antara koperasi dan anggota lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya transaksi antara anggota terhadap badan non koperasi. Secara garis besar yang dapat diambil dari syarat penilian dan faktor kunci koperasi sukses yaitu untuk menjadi koperasi sukses harus memiliki figur pengurus yang dapat mengemban amanah.